Induced Lactation : Another Way in Breastfeeding (Part 1) (Induksi Laktasi : Cara Lain dalam Menyusui) (Bagian 1)

Oleh : dr. Fadlyah Mulia

(Widyaiswara BBPK Makassar, Konselor Laktasi)

Pekan ASI Sedunia (PAS) atau World Breastfeeding Week (WBW) yang diperingati setiap pekan pertama di Bulan Agustus, tahun 2017 ini mengusung tema “Sustaining Breastfeeding Together” atau dalam versi Indonesia diterjemahkan menjadi “Bekerja Bersama untuk Keberlangsungan Pemberian ASI”. Tentunya melalui tema ini diharapkan agar ke depannya jumlah ibu yang menyusui di Indonesia semakin bertambah lagi sehingga angka kesakitan dan kematian bayi dapat berkurang.

 

Demi mencapai keberhasilan menyusui, dukungan tanpa konflik kepentingan dari berbagai pihak sangat diperlukan. Bukan hanya dari pemerintah, dukungan masyarakat dan keluarga terdekat juga ikut berperan. Dan yang tidak kalah penting adalah adanya komitmen kuat dari ibu yang bersangkutan untuk memberikan ASI kepada bayinya dengan berbagai upaya, salah satunya dengan metode induced lactation.

 Mengenal Induced Lactation

Tidak ada yang dapat menyangkal bahwa ASI merupakan salah satu hal terbaik yang dapat diberikan seorang ibu kepada bayinya. Sudah lazim terjadi jika ada ibu hamil yang kemudian menyusui bayi yang dilahirkannya. Namun bagaimana dengan ibu yang ingin menyusui bayi, sementara dia sendiri belum pernah hamil dan melahirkan apalagi menyusui?

 

Telah banyak ditemukan pasangan yang mengalami subfertil atau infertil, di mana mereka sulit untuk memiliki keturunan, memilih adopsi anak sebagai salah satu alternatif solusi. Bahkan ada di antara mereka yang mengadopsi anak sejak masih dalam kandungan demi dapat menyusuinya.

 

Dalam dunia laktasi, dikenal metode induced lactation (induksi laktasi) yang memungkinkan seorang ibu yang belum pernah hamil dan melahirkan dapat menghasilkan ASI dengan cara mengkondisikan (hormon) si ibu seperti sedang hamil. Sering disebut adoptive breastfeeding, metode ini paling banyak dilakukan oleh para ibu yang ingin menyusui bayi adopsinya.

 

Istilah induced lactation sebenarnya bukanlah hal baru dan telah banyak dilakukan oleh para ibu di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Hanya saja masih jarang ditemui di dekat kita, mengingat budaya sebagian masyarakat Indonesia lebih memilih menyembunyikan status anak angkat ataupun anak adopsi dalam keluarganya. Sehingga jika pun ada ibu yang berhasil melakukan metode ini, mereka lebih banyak tidak terpublikasikan. Bila kita mencoba mencari di situs-situs pencarian internet, artikel tentang metode ini akan lebih banyak ditemukan dalam Bahasa Inggris.

 

Sukses Induced Lactation

Seorang wanita tidak selalu harus hamil dan melahirkan dulu untuk dapat merasakan menyusui. Namun, untuk menghasilkan ASI, tubuh wanita harus dikondisikan seperti sedang hamil agar hormon-hormon yang diperlukan dalam produksi ASI dapat dikeluarkan. Hal inilah yang dilakukan dalam induced lactation dengan berbagai macam protokol. Berikut beberapa hal yang dapat menunjang suksesnya metode induced lactation:

  • Kuatkan komitmen diri sendiri

“Seberapa kuat keinginan Anda?”, pertanyaan ini yang harus dijawab oleh setiap ibu yang akan memulai metode induced lactation ini. Karena metode ini membutuhkan upaya dan tenaga yang lebih banyak serta waktu yang lebih lama dibandingkan menyusui secara alami.

 

  • Mulai secepatnya

Jika memang sudah yakin untuk melakukan metode ini, maka sebaiknya mulai sedini mungkin bahkan sejak anak tersebut masih dalam kandungan. Jika metode ini dimulai sebelum bayi lahir, maka dapat menggunakan protokol Jack Newman dan melakukan kontak kulit ke kulit begitu bayi adopsi lahir. Namun jika metode ini dimulai setelah bayi lahir sampai sebelum berumur 6 bulan, maka dapat dipertimbangkan kombinasi dengan bantuan lactation aid.

 

  • Konsultasi dengan ahli

Sangat direkomendasikan bagi mereka yang akan menjalani metode induced lactation untuk mencari dan berdiskusi dengan konsultan/konselor laktasi (KL) dan dokter yang familiar dengan metode ini. Konselor laktasi akan membantu dalam proses menyusui sedangkan dokter (atau tenaga medis) bertanggung jawab dalam pemberian obat-obatan/suplemen yang diperlukan. Ada kemungkinan konsultasi dilakukan dengan beberapa KL atau dokter sampai nantinya menemukan yang cocok.

 

  • Dukungan keluarga

Salah satu hal yang juga mempengaruhi kegiatan menyusui adalah dukungan, terutama dari keluarga terdekat seperti suami/pasangan, orang tua, mertua atau saudara. Keluarga terdekat inilah yang selalu akan selalu mendukung, mendampingi dan membantu pelaksanaan metode ini. Selain itu, dukungan dari lingkungan sekitar/setempat juga ikut berperan, misalnya lingkungan fasilitas kesehatan tempat metode ini dilaksanakan beserta orang-orang di dalamnya.

 

  • Lengkapi “alat tempur”

Pada masa-masa awal menjalani metode ini diperlukan proses adaptasi tubuh dalam merespon segala stimulus yang diberikan dari luar, sehingga produksi ASI pun terjadi perlahan. Maka terkadang demi memenuhi kebutuhan bayi akan ASI, penggunaan beberapa alat bantu dapat dipertimbangkan. Seperti lactation aid (gambar 1), pompa ASI elektrik, cup feeder, donor ASI (optional) dan susu formula (jika terpaksa). Penggunaan alat bantu berbentuk dot tidak dianjurkan karena salah satu dampaknya dapat menyebabkan bayi menjadi bingung putting sehingga mengacaukan proses menyusui.

Gambar 1. Penggunaan Lactation Aid

 

  • Semangat dan berdoa

Sambil tetap mengoptimalkan segala usaha, para ibu yang menjalani metode ini hendaknya senantiasa berpikiran positif, nyaman dan tidak stres serta senantiasa berdoa karena manusia tetaplah memiliki batas kemampuan. Di samping itu, artikel/cerita pengalaman ibu-ibu lainnya terkait metode ini dapat menjadi bahan bacaan yang memberikan suntikan semangat.

 

Tantangan dalam Induced Lactation

Ketika bergabung dengan salah satu komunitas ibu menyusui di Kota Makassar, penulis menemukan berbagai macam permasalahan atau tantangan yang dihadapi oleh ibu-ibu menyusui di Kota Makassar ini. Sebagian besar adalah ibu-ibu yang menyusui secara alami sedangkan untuk ibu yang menyusui dengan metode induced lactation ini masih jarang.

Berdasarkan pengamatan penulis dan pengalaman dari sesama konselor laktasi, tantangan yang dihadapi oleh ibu yang menjalani metode induced lactation hampir sama dengan ibu menyusui lainnya bahkan cenderung lebih berat. Beberapa diantaranya adalah:

  • Bayi menolak menyusu

Menyusui bukanlah semata-mata proses memberi ASI kepada bayi melalui payudara, namun ada hal lain yang tidak kalah pentingnya yaitu bonding kasih sayang antara ibu dan bayinya. Semakin kuat bonding antara ibu dan bayi akan membuat bayi semakin merasa nyaman menyusu. Sebaliknya, bila rasa nyaman itu belum hadir maka bayi mungkin akan menunjukkan tanda-tanda penolakan seperti  menangis, memalingkan wajah atau enggan membuka mulutnya. Bagi ibu dan bayi adopsinya, proses membangun bonding ini mungkin akan memerlukan usaha dan waktu yang lebih lama, namun (jika memungkinkan) adanya fase IMD di awal induced lactation, dapat mempermudah proses ini.

Dalam induksi laktasi dan relaktasi diperlukan motivasi dan dukungan yang kuat serta kesabaran.

Selain itu, penolakan untuk menyusu langsung dapat pula terjadi pada bayi yang mengalami kondisi bingung puting. Kondisi ini umumnya terjadi karena bayi pernah diperkenalkan media lain dalam pemberian ASI (misalnya dot atau sejenisnya). Terbiasa dengan mekanisme dot yang sangat gampang diisap dan langsung keluar dalam jumlah banyak, inilah yang membuat bayi malas untuk kembali menyusu ke payudara.

 

  • Puting lecet

Pada wanita yang sedang hamil menjelang melahirkan, maka beberapa organ tubuhnya akan mengalami perubahan/penyesuaian di antaranya adalah payudara. Demikian pula halnya pada ibu yang menjalani metode induced lactation, bedanya pada metode ini perubahan tersebut terjadi akibat induksi obat-obatan. Perubahan payudara ini tentunya dalam rangka mempersiapkan ibu untuk menyusui.

Pentingnya posisi dan perlekatan dalam menyusui dapat berdampak pada payudara, terutama puting. Ibu perlu tahu bahwa bayi menyusu bukanlah pada puting tetapi pada payudara. Sehingga bagaimanapun bentuk putingnya, ibu tetap bisa menyusui. Adanya perlekatan dan atau posisi menyusui yang kurang baik dapat menyebabkan bayi menyusu pada puting sehingga yang terjadi kemudian adalah puting menjadi lecet atau luka. Hal ini lazim terjadi bahkan pada ibu-ibu yang menyusui secara normal sekalipun.

Puting lecet bukanlah suatu halangan untuk menyusui, hanya saja dapat menimbulkan rasa nyeri saat menyusui. Beberapa hal yang dapat dilakukan antara lain dengan terus menyusui dengan memperbaiki posisi dan perlekatan, mulai menyusui dari payudara yang tidak lecet, oleskan ASI akhir pada puting yang lecet, dapat pula menggunakan obat salep yang aman (tidak mengandung obat) atau hubungi konselor laktasi/dokter.

Jika tidak ditangani dengan baik, puting lecet ini dapat menjadi awal infeksi bakteri yang lebih serius.

 

  • Produksi ASI berkurang

Perlu diketahui bahwa produksi ASI itu berdasarkan persediaan dan permintaan (supply and demand), semakin sering payudara dikosongkan maka produksi ASI akan semakin meningkat, demikian pula sebaliknya. Tidak hanya itu, peran hormon juga ikut mempengaruhi di mana beberapa ibu yang sedang menstruasi dapat mengalami penurunan produksi ASI. Sehingga pada fase ini, ibu perlu lebih sering menyusui atau menyiasati dengan menggunakan lactation aid.

Gambar 2. Produksi kolostrum dan ASI pada hari-hari pertama induksi laktasi

 

“It takes a village to raise a child, but a whole world to breastfeed a baby”.

(Mia Sutanto, Ketua Umum AIMI)

Menyusui dengan metode induced lactation ini merupakan salah satu bentuk upaya membangun kedekatan (bonding) antara ibu dan bayi (adopsinya) melalui kegiatan menyusui. Metode ini dapat menimbulkan respon yang berbeda pada setiap ibu yang menjalaninya. Namun yang terpenting adalah meningkatkan angka ibu menyusui di Indonesia demi generasi Indonesia yang lebih sehat. (fm)

Leave a Reply

Mulai chat
1
Hai Sahabat BBPK Makassar.
Ada yang bisa kami bantu?